Wednesday, April 20, 2011

Malu pada ibu

Oleh: Hj. Siti Adimurwani Darwinto

Pensiunan Bank BRI tinggal di Yogyakarta


Penulis masuk di BRI tepatnya pada tanggal 19 Maret 1981, jadi sudah hampir 30 tahun yang lalu. Saat ini teman seangkatan banyak yang sudah pensiun ataupun masuk MPP (Masa Persiapan Pensiun), termasuk penulis. Selama kurun waktu hampir 30 tahun di BRI, beberapa kali kami seangkatan mengadakan pertemuan, silaturahim kangen-kangenan mengenang masa lalu. Ketika bertemu dengan teman lama, perasaan senang dan jadi lupa kalau kondisi masing-masing sudah berbeda dengan berjalannya waktu yang sudah puluhan tahun. Maunya ngobrol terus sampai larut malam, berkaraoke sampai serak suaranya. Untungnya ada teman yang mengingatkan bahwa kami sudah tua, kesehatan harus dijaga, kegiatan tidak boleh “ngoyo”, istirahat harus cukup, makan tidak boleh sembarangan harus memilih makanan bergizi seimbang, dan sebagainya. Hal tersebut berkaitan dengan kondisi organ tubuh kita yang sudah tidak seperti dulu lagi, secara alami memang terjadi degradasi.

Sebenarnya dengan memasuki usia pensiun, memang ada perasaan bahwa kami ini sudah tua, sudah tidak diperkenankan lagi bekerja di perusahaan (baca BRI), meskipun sebenarnya masih bisa bekerja. Hal tersebut karena peraturan perusahaan saat ini menetapkan demikian, sehingga mau tidak mau pekerja yang sudah memasuki usia 55 tahun harus berhenti bekerja di perusahaan, memasuki MPP dan setahun kemudian benar-benar pensiun. Kecuali wacana pensiun langsung tanpa MPP sudah diterapkan yang berarti usia 56 harus berhenti bekerja dan langsung MPP. Namun jika bertemu dengan para pendahulu yang sudah terlebih dahulu pensiun, kita jadi malu mengatakan diri ini tua, karena ternyata para pendahulu masih banyak aktivitasnya, baik aktivitas social maupun bisnis. Salah satu contohnya adalah Ibu saya yang saat ini berusia 81 tahun, masih senang belanja ke pasar sendirian, memasak dan membagikan masakannya kepada kami putra-putrinya serta kadang-kadang para tetangga juga kebagian masakan Ibu. Jama’ah solat di masjid dan pengajian di beberapa tempat merupakan aktivitas Ibu sehari-hari. Dulu ketika mata Ibu masih awas, Ibu suka membaca. Tetapi saat ini mata Ibu sudah kurang awas sehingga kami diminta membacakan bacaan kesayangan Ibu, diantartanya Ibu suka membaca “Warta Pamitran”. Kata Ibu : “Ceritanya nyambung dengan kondisi Ibu yang juga pensiunan”. Demikian juga bersilaturahim, bebepergian ke luar kota menjadi kesenangan Ibu, sehingga ada beberapa cerita perjalanan penulis bersama Ibu.

Salah satu kisah perjalanan bersama Ibu terjadi pada akhir bulan Juli 2010 yang lalu, kebetulan penulis beserta suami “nderekke” Ibu dari Yogya ke Surabaya. Ternyata Ibu tidak berkenan naik Kereta Api maupun Pesawat Terbang, tetapi memilih naik bis patas, dengan harapan di daerah Ngawi bis berhenti di rumah makan Duta. Di rumah makan tersebut Ibu mau makan nasi rawon kesukaannya. Kami berangkat dari Yogya jam 14.30 sampai Surabaya jam 23.00 suatu perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan. Sepanjang perjalanan Ibu banyak bercerita tentang masa kecil, tentang teman-teman, tentang kehidupan kami putra putri Ibu ketika kami masih kecil, dan sebagainya. Penulis mendengarkan cerita, sambil terkantuk-kantuk bahkan lama-lama ketiduran. Ketika terbangun, penulis merasa tidak enak kepada Ibu, sehingga buru-buru menoleh kearah Ibu. Tetapi ternyata Ibu ketiduran juga. Syukurlah Ibu bisa istirahat dalam perjalanan. Sampai di Surabaya Ibu mandi dengan air dingin, katanya lebih segar dari pada air hangat, lalu solat terus tidur. Jam 4 pagi penulis terbangun, mendapati Ibu sedang solat tahajud. Penulis jadi malu sama Ibu, diusianya yang ke 81 seperti tidak mengenal lelah.

Hari itu urusan di Surabaya telah selesai pada jam 14.00 sehingga Ibu memutuskan untuk langsung pulang ke Yogya hari itu juga, berarti hanya menginap 1 malam di Surabaya. Seperti perjalanan berangkat dari Yogya, Ibu “ngersakke” naik bis lagi, karena ingin makan rawon lagi di Ngawi. Rupanya rawon Ngawi menjadi daya tarik kuat bagi Ibu, berhubung di Yogya jarang ada yang berjualan nasi rawon seenak rawon RM Duta. Kami sampai Yogya hampir tengah malam. Ternyata pagi harinya Ibu ikut gerak jalan dalam rangka ulang tahun SMP Negeri IX Yogya, dimana dulu Ibu mengabdi sebagai guru di sekolah tersebut. Penulis sendiri sebenarnya juga alumni sekolah tersebut, tetapi karena merasa capai maka tidak mengahadiri acara gerak jalan tersebut. Sore harinya Penulis ketemu salah seorang kakak kelas alumni SMP IX, sebut saja Mbak As, yang kebetulan ikut gerak jalan. Mbak As bercerita bahwa tadi pagi ikut gerak jalan dengan niat apabila capai akan motong jalan sehingga tidak perlu ikut sampai garis finish. Tetapi melihat Ibu dan teman Ibu mantan guru mengikuti gerak jalan sampai garis finish, mbak As jadi malu untuk motong jalan.

Puji syukur kehadirat Alloh Yang Maha Kuasa, Ibuku diberikan kekuatan fisik yang luar biasa, tidak kenal lelah. Ketika saya tanya kepada Ibu, apa rahasia ketahanan fisiknya yang luar biasa tersebut, jawab Ibu : karena ridlo Alloh dan Ibu senang. Saya perhatikan waktu di Surabaya, Ibu bahagia bisa silaturahim ke rumah putranya, bisa makan nasi rawon kesukaannya. Dan ketika ikut gerak jalan tentu Ibu juga bahagia karena bertemu dengan teman-teman sesama pensiunan guru dan bekas murid-muridnya.

Demikian juga kegiatan memasak, solat berjamaah di masjid dan pengajian, memberikan rasa bahagia kepada Ibu. Sepertinya rasa bahagia tersebut membuat Ibu semangat menjalankan kegiatannya.

Beberapa hari setelah pulang dari Surabaya, kebetulan Bu Rulianti telpon sekedar silaturahim. Ketika penulis cerita baru pulang dari Surabaya naik bis, kembali bu Ruli mengingatkan sebagaimana waktu reuni yang lalu bahwa penulis sudah tua sebaiknya kalau bepergian jauh tidak naik bis, lebih baik naik kereta api agar tidak kecapaian. Namun ketika penulis jelaskan bahwa kami naik bis karena permintaan Ibu yang sudah berusia 81 tahun, bu Ruli terkejut dan terheran-heran serta berkomentar : “ah jadi malu sama Ibu”. Lalu bu Ruli usul agar kisah tersebut ditulis dengan judul : Malu Pada Ibu. Akhirnya jadilah tulisan ini, semoga bisa menjadi hiburan dan bisa menjadi inspirasi kepada para pembaca Warta Pamitran yang budiman. Amin.

No comments: