
Bapak Haidir Bagir, merupakan alumnus Teknologi Industri ITB 1982, mengenyam pendidikan pasca sarjana di Pusat Studi Timur Tengah Harvard University, AS 1990-1992, dan S-3 Jurusan Filsafat Universitas Indonesia (UI) dengan riset selama setahun (2000 – 2001) di Departemen Sejarah dan Filsafat Sains, Indiana University, Bloomington, AS. Beliau lebih dikenal sebagai Direktur Utama penerbit buku-buku Islam terkemuka di Indonesia, PT Mizan Publika.
Beliau menjelaskan bahwa sampai saat inipun, beliau masih tetap belajar, bagaimana menjaga api cinta itu tetap menyala di hati beliau dan isteri. Pada saat menikah, kedua pasangan membawa family matters masing-masing, yang sangat berbeda, baik dari cara hidup, sensitivitasnya, maupun cara mengungkapkan perasaan. Pada saat ada pernikahan, umumnya orang akan mendoakan semoga pernikahannya menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan wa rahmah.
Arti mawadah: cinta, harapan
Mawadah ini biasanya berkobar-kobar saat kita masih muda. Dan rasa cinta ini diharapkan bisa berlanjut sampai tua, saat bentuk badan sudah berbeda, sudah banyak kerutannya, dan fisik sudah tidak menarik.
Arti wa-rahmah adalah kasih sayang
Perasaan cinta kasih yang tak ada hubungannya dengan fisik. Diharapkan suami isteri tetap menjaga penampilan sampai tua, agar pasangannya dapat menemukan rasa cinta yang terus menyala, namun jika mawadah hilang, diharapkan masih ada wa rahmah atau rasa kasih sayang. Dengan mawadah dan warahmah, diharapkan akan mewujudkan keluarga yang sakinah, yaitu keluarga yang tenang dan tenteram.
Keluarga yang tenang dan tenteram akan dapat menaungi anak-anak yang dilahirkan, membuat anak-anak bahagia, merasa aman dan nyaman. Karena pada dasarnya, rumah yang indah adalah rumah yang semua anggota keluarga (ayah, ibu dan anak-anak) merasa aman dan nyaman.
Bapak Haidir Bagir memberikan contoh, bahwa Rasulullah pernah berkata “Laki-laki yang baik, adalah laki-laki yang baik pada isterinya, serta laki-laki yang siap membantu isterinya.” Beliau juga menceritakan, bahwa majalah Time pernah membuat laporan utama dengan judul “Revolusi Viagra”. Biasanya, dua minggu kemudian, majalah tersebut akan mengumpulkan surat pembaca yang memberikan komentar tentang laporan utama. Ada komentar yang menarik, dari seorang isteri yang mengatakan: “Viagra saya adalah saat saya melihat suami saya membantu saya kerja di dapur. Dengan demikian saya tak membutuhkan Viagra.” Kita harus selalu memperbaiki diri, bahkan sampai tua, namun at the same point, kita harus menerima pasangan hidup kita apa adanya. Dengan demikian, api cinta dapat dipertahankan untuk terus menyala.
Ceramah pak Haidir Bagir singkat dan padat, namun banyak sekali point yang diperoleh dan menjadi inspirasi kita. Saya ingat pendapat Mario Teguh dalam suatu acara di TV, bahwa hubungan suami isteri yang bertahan lama adalah hubungan yang bersahabat. Bukankah jika kita bersahabat, kita rela membantu sahabat kita, membahagiakan sahabat kita, bahkan kalau perlu mengorbankan nyawa kita.
Catatan:
Saya pernah mendapat email dari sahabat muda yang saat itu baru menikah, kedua suami isteri melanjutkan S3 di luar negeri, berbeda negara dan lintas benua. Sahabat muda tadi mengirim email, agar saya mau menulis di blog, cara mempertahankan api cinta suami isteri sampai akhir hayat. Saat itu saya tak berani menyanggupi, karena saya pun masih belajar, walau perkawinan saya telah berlangsung 29 tahun lebih. Namun, mendengarkan ceramah pak Haidir Bagir, dimana beliau juga telah menikah lebih dari 28 tahun, namun masih merasa harus belajar, saya memberanikan diri menulis artikel ini, yang saya ambil dari ceramah pak Haidir.
Semoga bermanfaat bagi kita semua, walau saya tak sempat mencatat semua ceramah bapak Haidir Bagir (maklum hadir di undangan, kan hanya bawa tas kecil).
Sumber Bacaan:
Ceramah pernikahan oleh bapak Haidir Bagir
No comments:
Post a Comment